Sunday, April 12, 2009

10 November 1945: Surabaya Melawan Dengan Heroik

Pada 25 Oktober 1945, tentara Inggris mendarat di Surabaya dengan tugas melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan Jepang, serta memulangkan tentara Jepang. Namun, ternyata, tentara Inggris juga membawa misi mengembalikan Indonesia kepada pemerintah Belanda. Tentara Netherlands Indies Civil Administration (NICA) ikut membonceng. Mengetahui hal ini, rakyat Indonesia tak terima. Di Surabaya, pengibaran bendera Belanda, Merah-Putih-Biru, di Hotel Yamato, melahirkan Insiden Tunjungan, yang menyulut bentrokan-bentrokan antara pasukan Inggris dengan rakyat. Bentrokan-bentrokan itu memuncak dengan tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby, pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur, pada 30 Oktober.
Mayor Jenderal Mansergh, pengganti Mallaby, merilis ultimatum. Isinya: semua pemimpin dan rakyat Indonesia bersenjata harus melapor dan meletakkan senjata di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah pukul 06.00 pagi pada 10 November. Ultimatum tersebut ditolak Indonesia. Alasannya, Republik Indonesia sudah berdiri dan Tentara Keamanan Rakyat sebagai alat negara juga telah dibentuk. Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan besar-besaran dengan mengerahkan sekitar 30 ribu serdadu, 50 pesawat terbang, dan sejumlah kapal perang. Berbagai bagian kota Surabaya dihujani bom, dibombardir dengan meriam dari laut dan darat. Ribuan penduduk tewas atau luka-luka. Tapi, rakyat Surabaya dan sekitarnya melawan dengan gagah berani. Baru sebulan kemudian, Surabaya jatuh ke genggaman Inggris, padahal semula diperkirakan bakal takluk dalam tempo tiga hari. Heroisme di Surabaya ini menjadi inspirasi daerah-daerah lain di Indonesia. Untuk mengenangnya, 10 November kemudian dijadikan "Hari Pahlawan."(YUS/dari berbagai sumber)

0 komentar:

Post a Comment

saran, komentar dan kritikan anda sangat berharga buat saya, terima kasih.