Sunday, April 12, 2009

30 September 1965: Tragedi Paling Kelam di Era Kemerdekaan

Jakarta, lepas tengah malam. Sekelompok tentara menaiki truk-truk. Mereka lalu menyebar ke sejumlah titik. Beberapa jam kemudian, korban berjatuhan: enam jenderal Angkatan Darat dan sejumlah korban lain. Para korban dibawa ke Lubang Buaya, sebuah tempat dekat Pangkalan Angkatan Udara Halim Perdana Kusumah. Menyusul aksi ini, pada 1 Oktober subuh, Letkol Oenteng, yang berbicara atas nama pihak yang melakukan aksi tersebut, mengumumkan di Radio Republik Indonesia bahwa ia memimpin gerakan menyelamatkan Presiden Sukarno dari kemungkinan kudeta Dewan Jenderal. Dan, para jenderal itu adalah anggota Dewan Jenderal—plus AH Nasution yang lolos dari sergapan para serdadu tersebut.
Oentoeng, Komandan Batalyon I Resimen Pengawal Presiden Cakrabirawa itu, juga mengumumkan pembentukan Dewan Revolusi. Partai Komunis Indonesia segera dihubungkan dengan huru-hara berdarah ini. Tak perlu menunggu lama, respons atas kerja Oentoeng dan kawan-kawan muncul. Mayjen Soeharto, Panglima Kostrad, memimpin aksi balasan ini. Dalam bulan-bulan berikutnya, para anggota dan simpatisan PKI dibunuh atau dijebloskan ke tahanan dan diasingkan ke Pulau Buru. Pembunuhan-pembunuhan ini terutama terjadi di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali. Jumlah korban tak pernah bisa diketahui secara persis. Perkiraan moderat menyebut 500 ribu nyawa melayang. Sementara, dugaan lain, menyebut dua sampai tiga juta orang menjadi korban. Versi resmi menyebut secara telak keterlibatan PKI. Tapi, di luar itu, meluncur versi-versi lain. Sebut saja, versi yang menyatakan bahwa peristiwa ini murni konflik internal di Angkatan Darat. Versi lain menyatakan, Sukarno menjadi “penulis skenario.” Juga ada versi yang menuduh CIA sebagai aktor intelektual dari tragedi paling kelam di Indonesia pada kemerdekaan ini. Terlepas dari keberadaan sejumlah versi itu, PKI ditumpas. Bahkan, anak dan cucu anggota atau simpatisan partai juga merasakan getah pahitnya—meski bisa jadi mereka tak tahu apa-apa soal peristiwa tersebut. Marxisme-Leninisme resmi dilarang disebarluaskan. (YUS/dari berbagai sumber)

0 komentar:

Post a Comment

saran, komentar dan kritikan anda sangat berharga buat saya, terima kasih.